Prestasi 140 tahun Toshiba terancam hancur akibat skandal akutansi, bagaimana keuangan syariah dapat belajar darinya?
Skandal akutansi Toshiba baru – baru ini menggegerkan dunia profesi akuntansi, betapa tidak, perusahaan yang telah berusia 140 tahun itu tiba – tiba kehabisan akal untuk mempertahankan kinerja keuangannya.
toshibaPenggelembungan laba sebesar 151,8 miliar yen atau USD 1,22 miliar/ £780 juta ini yang awalnya ingin menciptakan investor’s confidence ternyata telah mencoreng nama besar Toshiba selama ini.
Kepala Eksekutif Toshiba Corp dan kawan – kawannya bisa saja mengundurkan diri, tetapi skandal yang terjadi telah menghancurkan prestasi yang telah dicapai selama 140 tahun itu.
Terlebih lebih profesi akuntansi dan auditor lagi – lagi dipertanyakan, tidak cukup setelah kasus Enron tahun 2001 yang juga telah membohongi publik dengan menutupi kerugian sebesar USD 2 milyar dengan menyatakan laba sebesar USD 600 juta.
Mungkin masih terngiang di telinga para akuntan dan auditor tentang kasus Enron yang dianggap sebagai the biggest Audit failure in the century, yang malangnya melibatkan Arthur Anderson salah satu the big five accounting firms saat itu.
Setahun setelah itu dunia akuntansi dan audit dipaksa patuh kepada Sarbanes-Oxley Act/Sarbox/SOX yang memperketat lagi peraturan laporan keuangan bagi perusahaan publik maupun non-publik.
Tapi mengapa masih ada lagi fraud di mana – mana? Termasuk di Toshiba yang terkenal dipandu oleh prinsip-prinsip Kromitmen Dasar Grup Toshiba, “Berkomitmen untuk orang-orang, Komitmen untuk Masa Depan”, Toshiba mempromosikan operasi global dengan mengamankan “Pertumbuhan Melalui Kreativitas dan Inovasi”, dan memberikan kontribusi terhadap pencapaian dunia di mana orang-orang hidup dalam masyarakat aman, tenang dan nyaman.
Ternyata hari ini masyarakat tidak aman, tenang, dan nyaman hanya karena Toshiba telah gagal menjalankan prinsip kebenaran dan tanggungjawab.
Jusuf Wibisana, Partner KAP Tanudiredja, Wibisana, Rintis dan Rekan (PwC Indonesia) dan Ketua Dewan Standar Akuntansi Syariah — Ikatan Akuntan Indonesia mengatakan: “Dalam setiap audit, Management override control adalah presumed key risk.
Prosedur untuk mendereksi kemungkinan terjadinya fraud yang berdampak material terhadap laporan keuangan harus dilakukan dengan benar untuk meminimalkan undetected management fraud.
Bila prosedur ini dilakukan dengan benar, fraud, terutama yang berdampak material terhadap laporan keuangan, kemungkinan dapat dideteksi. Tapi auditor tidak boleh menjamin fraud akan selalu terdeteksi meski prosedur fraud detection sudah dilakukan dengan benar, karena audit selalu didasarkan sampling” demikian melalui pesan elektroniknya.