Perlukah BPJS Syariah?
Jawabannya tentu saja perlu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Muslim yang mayoritas di Indonesia. Untuk menjadikan BPJS sesuai syariah (baca: BPJSS) sebenarnya sudah dijelaskan oleh DSN-MUI bahwa semua jenis produk bisnis dan keuangan dapat dikatakan syariah jika memenuhi semua rambu-rambu syariah yang dijelaskan di dalam fatwa – fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN-MUI sejak tahun 2000.
Fatwa MUI terbaru yang dihasilkan melalui Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ke V tahun 2015 mengatakan bahwa penyelenggaraan BPJS Kesehatan, terutama yang terkait akad antar pihak tidak sesuai dengan prinsip syariah karena memgandung unsur gharar, maysir dan riba.
Karena hal itu, pemerintah dituntut untuk memberikan kenyamanan bagi masyarakat Muslim di Indonesia untuk membuat skema BPJSS. Solusinya sederhana dan bukan hal yang baru di Indonesia. Sebut saja puluhan konversi asuransi konvensional menjadi syariah atau terbentuknya divisi syariah bagi asuransi konvensional yang sudah dilakukan sejak tahun 1992. Banyak karakteristik BPJS menyerupai perusahaan asuransi sehingga konversi atau membentuk badan terpisah katakanlah bernama BPJSS akan melalui proses yang sama.
Saat ini sudah ada 3 perusahaan asuransi jiwa syariah, 2 asuransi umum syariah, 17 unit syariah dari asuransi jiwa, 20 unit syariah dari asuransi umum dan 3 unit syariah perusahaan re-asuransi. Menurut perkembangan terakhir telah didirikan perusahaan asuransi mikro syariah pertama di Indonesia yang bertujuan memberikan layanan asuransi berlandaskan syariah bagi masyarakat kecil terutama untuk mengurangi resiko atas bisnis yang dikelolanya.
Kesimpulannya, untuk membuat BPJSS, BPJS yang sudah ada ini harus dibenahi, mulai dengan pasang niat yang bersih, pastikan akad – akad produk misalnya sumber dana pengelolaan dan perlakuan denda, evaluasi sistem operasional yang sudah ada serta buat pencatatan akuntansinya sesuai dengan pedoman syariah. Pesertanya kelak terbuka untuk siapa saja bukan hanya masyarakat Muslim.
Tahap selanjutnya yang harusnya kita harapkan adalah supaya pemerintah dapat mencanangkan pemberian jasa utama kesehatan tanpa imbalan kepada rakyatnya seperti yang telah dilakukan oleh negeri Ratu Elizabeth melalui program NHS (National Health Service) yang didirikan sejak 1948.
Namun program ini dibiayai oleh hasil pungutan pajak negara yang artinya rakyat Indonesia juga harus patuh dengan pajaknya dan pengelola Direktorat Jenderal Pajak juga harus bersih barulah sistem ini dapat berjalan.
Semoga duduk persoalannya jelas karena yang menjadikan BPJS tidak syariah bukan hanya mengenai denda yang diungkit di awal tulisan ini tetapi terletak pada keseluruhan perangkatnya supaya terhindar dari gharar (tidak jelas), maysir (spekulasi), dan riba (tambahan). Wallahu’alam bissawaf.