Deretan jawaban didapat ketika seseorang ditanya apakah ada impian keluarga? Pertama jawabannya ada dengan tersendat-sendat, kedua jawaban biasanya tidak teratur, ketiga jawabannya tidak terukur.

impian
Foto: www.trevorhammond.com

Begitulah kira-kira gambaran sekitar 90% peserta seminar atau pelatihan pengelolaan keuangan keluarga Sakinah Finance ketika ditanya “kapan menyusun impian keluarga dan apa saja impiannya”?

Perlukah kita tidur dulu untuk mengukir impian keluarga? Kalau jawabannya tidak, mengapa kita malas “bermimpi”? Cerita soal mimpi, menurut Lauri Loewenberg, penulis buku Dream On It; Unlock Your Dreams, Change Your Life, masalah seputar uang sering timbul dalam dunia mimpi akibat perasaan stres dalam kehidupan nyata. “Dreams are symbolic and speak to us in metaphors,” kata Loewenberg dan dia menerjemahkannya dalam beberapa simbol seperti berikut:

[su_list icon=”icon: check”]

  • Tenggelam (yang artinya terlilit hutang)
  • Mengalami pendarahan (tabungan menghilang)
  • Jatuh (berkurangnya keamanan keuangan)
  • Nyasar (karir yang makin tidak jelas)
  • Telpon emergensi 911 tapi tidak ada yang angkat (kurangnya nasihat keuangan)

[/su_list]

Apa sih impian keluarga itu?
Dalam ulasan kali ini, mimpi yang dimaksud adalah “merajut impian keuangan keluarga” supaya menghindari impian-impian di atas terjadi yang mungkin menggambarkan keadaan keuangan sebenarnya. Sebagai umat Islam, tentu saja tidak bisa menterjemahkan mimpi-mimpi seperti yang dimaksudkan oleh Lauri tersebut.

Mengapa banyak orang yang tidak mau merajut impian keuangan keluarga? Jawaban yang didapat dari sebagian peserta pelatihan Sakinah Finance adalah sebagai berikut:

[su_list icon=”icon: arrow-right”]

  • Jalankan hidup apa adanya, toh Allah sudah atur semuanya.
  • Beban, kami terpaksa memantau dan kecewa kalau tidak tercapai.
  • Banyak hal yang tidak seiring antara impian suami dan isteri.

[/su_list]

Kalau jawabannya begitu, lantas perlukah sebuah keluarga merajut impian? Dalam kisah kemenangan penakhlukan Persia yang dipimpin oleh Sa’ad bin Abi Waqqash r.a., seperlima harta rampasan perang (ghanimah) dibawa kepada Umar bin Khattab r.a. yang pada waktu itu khalifah kedua setelah meninggalnya Rasulullah SAW.

Sederetan harta Kerajaan Persia yang  dipertontonkan di hadapan khalayak umum meninsyaratkan bahwa para raja saat itu hidup penuh kegemerlapan. Kemudian Umar bin Khattab r.a. mengambil seperangkat gelang-gelang emas berlapiskan intan permata sembari menyuruh Suraqah bin Malik bin Ju’syam seorang Arab Badui untuk mengenakannya.

Ketika dia memperagakannya di hadapan para yang hadir, Umar berkata: “Rasulullah SAW pernah berkata kepada Suraqah ketika melihat kedua tangannya bahwa seolah-oleh beliau diperlihatkan kelak Suraqah akan mengenakan gelang-gelang milik Kisra” (sumber: Kitab Bidayah Wan Nihayah).

Demikian kisah impian yang walaupun Rasulullah SAW sudah tiada namun tetap memberikan kobaran semangat kepada sang Khalifah Umar bin Khattab beserta segenap pasukan Muslim untuk menyebarkan Islam ke wilayah Iraq saat itu.

Click 2 Tweet: Merajut impian perlu, agar keluarga termotivasi mencapai visi misinya. Impian keluarga dalam perencanaan keuangan. http://bit.ly/1WQ6pIx.

Syarat Impian
Dari kisah di atas kita dapati bahwa merajut impian diperlukan bagi keluarga untuk memberikan semangat bagi segenap anggota keluarga akan visi misi yang perlu dicapai. Tentu saja impian ini harus disepakati bersama dalam keluarga, dimasukkan dalam kategori pendek, menengah dan panjang.

Yang tak kalah penting, impian keluarga harus dimulai dengan niat ibadah, perasaan nerimo atau qana’ah, diukur nilai-nilai syariahnya, konsekuensi keuangannya dan bagaimana mencapainya, selanjutnya tawakkal kepada Allah SWT apapun hasilnya.

Niat ketika mengukir impian keluarga  harus seiring dengan seruan dalam Al-Qur’an Surah Az-Zariat (51):56, yaitu hanya dengan tujuan ibadah:  “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembahKu.”

Juga hanya Allah tempat kita bersandar, karena hanya Allah yang menentukan apakah impian itu akan terealisasi dan kapan impian itu akan terwujudkan, seperti kisah penakhlukan kerajaan Kisra saat itu, Umar menangis karena impian itu terjadi pada masa kepimimpinannya bukan pada masa Rasulullah SAW atau Abu Bakar yang menurutnya adalah pemimpin – pemimpin yang lebih baik dan mulia darinya.

Contoh impian dan prioritas
Ada sebuah keluarga yang mempunyai imipian untuk keliling Eropa bersama keluarga, prioritas jangka kapan impian ini? Apakah masuk jangka menengah atau panjang mengingat umrah dan haji belum pernah dilakukan, mengingat hutang jangka pendek masih belum terselesaikan, apakah hanya jalan-jalan atau urusan perjalanan dinas yang boleh dicampur dengan urusan keluarga, serta pertimbangan lainnya.

Click 2 Tweet: Lebih baik mana? Memimpikan keliling Eropa atau umrah/ haji? Kelola prioritas impian keluarga! http://bit.ly/1WQ6pIx

Paket keliling Eropa adalah salah satu jualan terlaris di Indonesia saat ini yang memakan biaya sekitar Rp. 25juta untuk satu orang atau Rp.100juta untuk satu keluarga terdiri dari 4 orang dengan masa 10 hari  berkunjung ke 5 negara. Dengan biaya dan masa yang sama, seseorang atau satu keluarga dapat menunaikan ibadah umrah ke tanah suci.

Walaupun hanya satu negara yang dituju, yaitu Saudi Arabia atau maksimal hanya tiga kota yang akan disinggahi yaitu Mekkah, Madinah dan Jeddah namun pengalaman ibadah ini tiada tandingannya.

Pada intinya, apapun impiannya perlu dipikirkan supaya tidak ada masalah atau penyesalan yang timbul ketika rencana tersebut sudah dilakukan.

Wallahu’alam.
Dr. Murniati Mukhlisin, M.Acc, Penulis Buku dan Konsultan, Sakinah Finance